Jumat, 25 Januari 2013

Fasilitator Berjiwa Enterpreneur adalah Kunci Sukses PPMK


Oleh:
Nurmansyah, SE Asisten Kota Community Development (CD)  
Koorkot VI Pematangsiantar - Simalungun
OC 1 Provinsi Sumatera Utara
PNPM Mandiri Perkotaan
Fasilitator pendamping harus mempunyai jiwa enterpreneur. Karena, yang dibutuhkan seorang enterpreneur adalah cara pandang yang kreatif dan inovatif. Jika hal ini terwujud, Program Peningkatan Penghidupan Masyarakat Berbasis Komunitas (PPMK) diyakini akan sukses. Karena, dengan begitu Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) maupun Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) mampu berpikir merdeka dan tidak lagi terbelenggu dengan buku pedoman teknis PPMK yang ada.
“Kami menyadari bahwa buku pedoman teknis yang diciptakan belum bisa mewakili seluruh karakter adat dan budaya lokal masing-masing daerah,” kata Tenaga Ahli (TA) Keuangan Mikro Konsultan Manajemen Pusat (KMP) PNPM Mandiri Perkotaan Wilayah 1 Yono Karyono dalam kunjungannya ke Kota Pematangsiantar, pada Rabu dan Kamis, 16 dan 17 Januari 2013. Saat itu, mendampingi Yono adalah Subprof Infrastruktur PNPM Mandiri Perkotaan wilayah 1 Iwan Suharmawan dan TA PPMK KMW 1 Provinsi Sumut Daniel Collin Damanik. Kunjungan rombongan difokuskan ke KSM Dianosa, sebagai salah satu KSM yang memperoleh dana PPMK di Kelurahan Teladan, binaan LKM Bangkit Bersama.
Yono Karyono (tengah) saat memberikan paparan di hadapan KSM dan LKM
Dalam kunjungan tersebut Yono mengatakan, selama ini banyak yang salah kaprah tentang PPMK. Menurutnya, PPMK bukan semata-mata hanya menjual uang. Sebab salah satu tujuan terpenting pelaksanaan program PPMK ini adalah mewujudkan kewirausahaan(enterpreneurship), yaitu bagaimana KSM mampu mengubah cara berpikir atau jiwa, sikap, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain.
Koorkot 6 Pematangsiantar Burhanuddin Harahap, yang turut mendampingi Tim KMP dan KMW menyampaikan bahwa kunjungan Tim KMP adalah berbagi cerita dan pengalaman dari lapangan mengenai proses pelaksanaan PPMK, baik dari KSM, LKM maupun Fasilitator pendamping.
Menyambut rombongan, Ketua KSM Dianosa Nova Diana Hutabarat tampak bersemangat menceritakan secara rinci mengenai perjalanan KSM-nya. Menurut dia, tahun 2009 KSM mengikuti kegiatan pelatihan bordir ulos menggunakan dana sosial Program PNPM Mandiri Perkotaan melalui LKM Bangkit Bersama. Kemudian, KSM memanfaatkan dana ekonomi bergulir untuk memulai usaha dimaksud, mulai dari pinjaman sebesar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta per orang.
Secara perlahan, usaha bordir ulos batak mulai berjalan. Seiring jalannya usaha, KSM yang terdiri dari para ibu rumah tangga itu ternyata mampu menambah penghasilan dan membantu suami masing-masing dalam menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Namun sayang, kata Nova, sebenarnya pendapatan dari usaha bordir ulos yang digeluti dapat menghasilkan keuntungan lebih besar jika saja KSM dapat melakukan pemenuhan bahan baku ulos dimaksud.
“Berhubung keterbatasan dana, kami tidak sanggup melakukan pemenuhan bahan baku tersebut. Berbagai cara sudah kami lakukan, terutama dengan pihak perbankan, tapi sepertinya pihak perbankan masih sungkan menyalurkan dananya untuk penambahan modal. Namun, sejak hadirnya PPMK, kami yang tergabung dalam KSM Dianosa memperoleh pinjaman sebesar Rp14,25 juta,” ungkap Nova Diana.
Suasana pertemuan tampak santai
dan penuh kekeluargaan 
Tiga buku rekening KSM yang memperoleh PPMK 
Menyambung Nova, Koordinator LKM Bangkit Bersama Eitty Hutapea mengatakan, dana PPMK tahap I yang sudah masuk di rekening LKM sebesar Rp60 juta, dipotong Biaya Operasional (BOP) sebesar Rp3 juta. “Dana PPMK tersebut kami salurkan kepada tiga KSM, yaitu KSM Dianosa sebesar Rp14,25 juta dengan jenis usaha kegiatan Kube, beranggotakan lima orang. Kemudian, KSM Lili sebesar Rp14,25 juta dengan usaha kegiatan aneka jenis, beranggotakan lima orang. Terakhir, KSM Flamboyan, sebesar Rp28,25 juta dengan usaha aneka jenis, beranggotakan enam Orang. Dalam mengambil kebijakan untuk penyaluran dana PPMK dimaksud, jujur, tidak semudah yang kami bayangkan. Ada beberapa pertimbangan kritis, seperti budaya, kebutuhan, keterbatasan dana dan pemerataan, sehingga harus berulang kali LKM mengadakan rapat dalam mengambil keputusan. Akhirnya kami mengambil kebijakan untuk menyalurkan dana PPMK tersebut dengan prinsip pemerataan,” ia menjelaskan.
Pada kesempatan yang sama, Fasilitator Manajemen Keuangan Anton Syahid Nasution, mewakili Tim-01 mengatakan, dari sembilan kelurahan dampingannya, satu kelurahan mendapat PPMK dan dua kelurahan mendapat PLPBK. “Jujur, kami agak kewalahan. Namun, kami tetap berupaya semaksimal mungkin melakukan pendampingan. Saran kami, mohonlah ada penambahan fasilitator agar pendampingan yang kami lakukaan dapat lebih maksimal dan efektif,” tutur dia.
Menanggapi itu, Yono Karyono menegaskan bahwa pada prinsipnya program ini lebih membutuhkan fasilitator yang berkualitas. Bukan kuantitasnya. Walau demikian, ia menyatakan akan menampung masukan tentang penambahan komposisi dampingan tim fasilitator bagi lokasi yang memperoleh PPMK dan PLPBK dan berjanji membicarakannya lebih lanjut di tingkat KMP.
Koorkot 6 Pematangsiantar Burhanuddin
Harahap menyematkan ulos kepada
Yono Karyono
Yono Karyono tampak seperti orang
Batak saat mengenakan ulos 
Iwan Suharmawan juga mirip orang
Batak saat mengenakan ulos 
TA PPMK KMW 1 Sumut Daniel Collin Damanik,
mewakili KMW Sumut, juga mendapat
sematan ulos
Sebelum Tim KMP dan KMW meninggalkan lokasi, Koorkot 6 Pematangsiatar menyematkan Ulos Batak produk lokal unggulan Kota Pematangsiantar, yang diproduksi oleh KSM Dianosa, kepada Yono Karyono, Iwan Suharmawan dan Daniel Collin Damanik. Pemberian ulos merupakan salah satu adat/tradisi orang Batak dalam menyambut tamunya. Horas! Horas! Horas! [Sumut]
Tim KMP, KMW dan Koorkot 6 berfoto bersama KSM dan LKM
Editor: Nina Firstavina

0 komentar:

Posting Komentar